Perempuan-perempuan Indonesia dan Cita-cita Seorang Kartini

Ketika sedang membuka-buka gallery foto yang ada di laptop, saya mendapatkan foto ini dan mengingatkan saya pada moment dimana saya menyaksikan pemandangan ini. Seorang ibu di perbatasan antara Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan yang adalah kuli panggul. Beliau bekerja seperti kebanyakan lelaki di tempat itu. Ia menggambil karung semen dari perahu dan meletakkan di atas kepalanya. Beliau adalah perempuan tangguh yang berjuang demi ekonomi keluarganya.
Masih banyak lagi di luar sana perempuan-perempuan tangguh yang berjuang demi perekonomian keluarganya namun tetap dijadikan "konco wingking".
Lalu bagaimana dengan selebrasi yang kita lakukan dalam perayaan Hari Kartini selama ini?

"Biduk ilalang pun berlagu
Memberi restu pada harapanmu
Pandanganmu jauh luas membentang
Meyakini habis gelap pasti terang
Aksara yang menari di atas awan
Cukup jelas menuliskan harapan
Memang kenapa bila aku perempuan
Aku tak mau jadi budak kebodohan"

Bagi penggemar film Kartini yang dirilis pada tahun 2017 silam ini tentu sangat familiar dengan lagu yang dibawakan oleh Melly Goeslow dan Gita Gutawa ini. Lagu dengan judul "Memang Kenapa Bila Aku Perempuan" ini menggambarkan bagaimana cita-cita seorang Kartini yang memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan yang didapatkan laki-laki.

Ya semua berawal dari mimpi. Tanpa perjuangan mimpi hanya sekedar jadi mimpi.
Perempuan punya mimpi. Perempuan juga harus berjuang.

Kini perempuan-perempuan tangguh pun bermunculan. Perempuan mendapatkan pengakuan menjadi Srikandi. Bukan tanpa perjuangan. Cita-cita Kartini pun mendapatkan jawaban. Indonesia mendengarkan dan memberikan tempat bagi perempuan untuk berkarya. Bukan tanpa cacat dan cela. Setidaknya ada tempat bagi kami kaum perempuan.

Namun setiap tanggal 21 April setiap tahunnya cita-cita Kartini dibalut dengan perlombaan berdandan a la kartini dengan kebaya dan make up, lomba memasak, dan pawai dengan busana yang entah sejak kapan menjadi "ciri khas" perayaaan Hari Kartini.

Apakah Kartini berjuang demi kebaya pada jaman itu? Apakah hal itu yang menjadi keprihatinan seorang Kartini?

"Sastra menjadi kekuatan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan. Maka, hanya dengan mengarang lah Kartini bisa menunjukkan kekuatannya." 
Pramoedya Ananta Toer.

Dalam bukunya "Panggil Aku Kartini Saja" (1962), Pramoedya Ananta Toer mengajak pembaca untuk melihat keutuhan perjuangan seorang Kartini yang hidup dijaman feodalisme dan kolonialisme yang kuat mengakar dalam kehidupan masyarakat Hindia Belanda. Pola partiarkhi begitu menguasai disetiap sendi kehidupan masyarakat Indonesia saat itu. Perempuan hanya dijadikan sebagai "konco wingking" yang tidak mendapatkan perlakuan sebagaimana yang diterima oleh laki-laki. Hal ini diperparah dengan kolonialisme berperan menciptakan perbudakan dan perendahan harga diri martabat sekaligus mental pribumi.

Kondisi demikian meresahkan seorang Kartini. Ia adalah perempuan cerdas yang tidak pernah berhenti belajar. Ia menciptkan harapan akan datangnya sebuah perubahan, dimana pendidikan dapat dirasakan oleh setiap orang dan bukan hanya oleh kalangan tertentu saja. Ia mengoyakkan pehamanan itu dan membawa harapan baru bagi perempuan Indonesia. Dengan ujung penanya ia membawa kemerdekaan bagi perempuan.

Mengutip kata-kata Kartini yang dituliskan oleh Pramoedya Ananta Toer:

"Aku yang tiada mempelajari sesuatupun,tak tahu sesuatupun,berani-beraninya hendak ceburkan diri ke gelanggang sastra!Tapi bagaimanapun,biarlah kau tertawakan aku,dan aku tahu kau tak berbuat begitu,gagasan ini takkan lepas dari genggamanku. memang ini pekerjaan rumit,tapi barang siapa tidak berani,dia tak bakal menang. Itulah semboyanku! Maju! Semua harus di lakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!"
"Sebagai pengarang,aku akan bekerja secara besar-besaran untuk mewujudkan cita-citaku, serta bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban rakyat kami." - R.A Kartini.

Lalu masih relevankah perayaan Hari Kartini dengan warna-warni lomba busana atau berdandan a la Kartini?

Sudahkah kita mengambil bagian dalam kemerdekaan sebagaimana yang dicita-citakan Kartini?

Jangan pernah berhenti belajar, terlebih jika kita mendapatkan akses yang mudah untuk memperoleh pendidikan. Sedangkan di luar sana masih banyak perempuan yang bahkan tidak memperoleh hal yang sama.

Selamat Hari Kartini perempuan Indonesia!
Masih ada harapan.

Salam,
HM

Komentar

Postingan Populer